Jumat, 16 Januari 2009

Si sexy F-22 RAPTOR

wuih....ini dia ni pesawat penyempurnaan F-15 eagle.bentuknya sexy...trus juga canggih...tp kelebihannya sengaja disiapkan untuk tugas2 pertempuran udara dan penyergapan tiba2. Raptor sendiri tak dirancang untuk misi dan kemampuan macam2 yg diyakini hanya akan mengacaukan misi y sesungguhnya.
F-22 sederhananya adlah F-15 yg telah dipak ulang ke dalam tubuh yg sulit dilacak radar dengan kemampuan jelajah supersonik dan responsif. Dengan ukuran tubuh yg kira2 sama dengan F-15, derajat kesilumannya setingkat F-117 dan B2(ckckckck.....). Itu karena kulitnya tersusun dr campuran composit(28%),titanium(37%),metal(29%), dan kryptonite(15%) kok ky superman y....hehe. Trus jg RDS(tingkat pemantulan radar yg kena ke tubuhnya jg 100 kali lbih kecil dr F-15.

Kamis, 08 Januari 2009

AGUSTINUS ADISUTJIPTO



Mungkin kalo kita denger nama Adisutjipto, yang terngiang di kepala kita adlah nama dari bandara yang ada di kota Jogja. Namun apakah kita tahu knapa bandara di jogja itu dinamai demikian? Dan siapakah sebenarnya Adisutjipto itu? Cerita dibawah ini mungkin akan sedikit banyak membantu menjawab mengapa bandar udara di kota “Gudeg” Jogjakarta diberi nama Bandara Adisutjpto.
Agustinus Adisutjipto,adalah putra pertama dari empat bersaudara, buah dari perkawinan antara Roewidodarmo dan Latifatun. Sejak kecil beliau dikenal sebagai pribadi yang pendiam dan tenang, bahkan oleh teman-teman maupun adiknya sendiri beliau tidak pernah terlihat marah. Adisutjipto adalah putra daerah Salatiga kelahiran 3 Juli 1916, sangat gemar maen bola, naik gunung dan maen catur. Dan juga dikatan bahwa beliau ini adlah seorang maniak membaca, jadi intelektualitasnya terasah melalui hobinya membaca buku-buku kemiliteran maupun filsafat. Pendidikan pertamanya ditempuh di Holland Inlandsche School (HIS), kemudian melanjutkan ke MULO Institut Saint Louis di Ambarawa, Jawa Tengah, selepas dari MULO syndrom untuk menjadi airmanship mulai menyerang beliau. Keinginan menjadi penerbang mulai sering mengganggu tidurnya, dan akhirnya beliau “matur”(dalam bahasa Indonesia artinya mengutarakan isi hati, namun secara sangat sopan) untuk masuk ke Militaire Luchtvaart Opleidings School (MLOS), sekolah Pendidikan Penerbang Militer Hindia Belanda yang saat itu berada di Kalijati. Namun sang ayah berkata sebaliknya, Adisutjipto lebih direstui jika menjadi seorang dokter, hal ini mungkin terjadi karena beliau adlah putra sulung, sehingga berkewajiban untuk menjaga orang tua serta adik-adiknya.
Karena desakan ayahnya untuk menjadi seorang dokter itulah akhirnya beliau masuk AMS (Algemene Middelbare School) di Semarang. Namun mungkin karena memang dasarnyaa beliau adlah seorang yang pandai, maka Cip (panggilan akrab Adisutjipto) lulus dengan predikat sangat baik sekali (1936). Namun lagi-lagi syndrom airmanship itu mendorongnya untuk “metir” lagi kepada ayahnya, namun lagi-lagi sang ayah tetap menyuruh beliau untuk tetap menjadi seorang dokter. Akhirnya apa boleh buat, beliau terpaksa sekolah di Geneeskundige Hooge School (GHS), Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta (1939). Namun syndrom airmanship juga yang membuat beliau berbuat sedikit nekat selama bersekolah di GHS, beliau diam-diam mendaftarkan diri ke MLOS, namun beliau masih sedikit khawatir bagaiman jika orang tuanya mengetahui hal ini. Akhirnya beliau memutuskan untuk mencari peruntungan dengan mengirim surat kepada asisten residen Semarang dan petih Salatiga, yang isinya adalah memohon kepada mereka untuk membujuk ayahnya agar mengijinkan Cip masuk MLOS.
Begitulah akhirnya beliau bisa masuk menjadi seorang Kadet MLOS, hingga diwisuda menjadi seorang penerbang tahun 1941 (beliau sudah berumur 25 tahun), dengan kualifikasi “groot militaire brevet” atau penrbang kelas satu, yang perlu diketahui adalah dari sepuluh orang penerbang hanya dua orang yang mendapat brevet ini, satunya Sambudjo Hurip yang kemudian gugur bersama pesawat B-10 Gleen Martin ketika terjebak perang udara dengan Jepang di semenanjung Malaya, 19 Januari 1942.
Ketika Jepang mendarat Maret 1942, peta penerbang Hindia Belanda berubah. Adisutjipto yang ketika PD-2 pecah ditempatkan di skadron intai di Jawa, tidak pernah lagi terbang, semua yang berbau Belanda dimusnahkan. Namu sejak pekik kemerdekaan berkumandang muncul berbagai tuntutan, termasuk penerbang militer. Dan dengan sigap Suryadarma bertindak cepat, para eks penerbang Hindia Belanda dipanggil, tidak terkecuali Adisutjipto. Suryadarma segera melakukan berbagai langkah konsolidasi antara lain dengan mengumpulkan ratusan pesawat sampai perbaikan pesawat-pesawat peninggalan Jepang. Usaha ini akhirnya juga membuahkan hasil, Adisutjipti behasil menerbangkan pesawat Nishikoren dari Ciberum ke Maguwo, Jogja (saat ini namanya berubah menjadi bandara Adisutjipto), 10 Oktober 1945. Peristiwa ini tercatat sebagai penrbangan pertama dengan awak Indonesia. Dan 17 hari kemudian Adisutjipto kembali membakar semangat para perjuangan dengan menerbangkan peaswat Cureng bertanda merah putih. Dan lagi-lagi ini mengukir sejarah sebagai penerbangan merah putih pertama di tanah air. Dan setelah itu kondisi penerbangan militer berkembang seiring dengan kebutuhan akan aramada udara militer Indonesia, hingga akhirnya terbentuk sekolah penerbang di Maguwo, Jogjakarta. Dan akhirnya pada 9 April 1946, AURI diresmikan menjadi satu angkatan yang mandiri.
Namun ternyata Belanda belum puas dengan 3,5 abad penjajahan terhadap Indonesia. Perang kembali pecah (Agresi 1). Bebarengan Adisutjpto dan Abdulrachman Saleh diperintahkan ke India mengambil obat-obatan dari Palang Merah Internasional, termasuk mencari instruktur sekolah penerbangnya. Keberangkatan pesawat ini mendapat publikasi luas dari media dalam dan luar negri. Tanggal 29 Juli 1947, ketika pesawat berencana kembali ke Yogyakarta, haria “Malayan Times” memberitakan bahwa penerbangan VT-CLA sudah mengantongi ijin pemerintah Inggris dan Belanda. Suryadarma pun diberitahu.
Dan senja itu Suryadarma bersama putranya Erlangga baru saja tiba di Maguwo untuk menjemput kedatangan Adisutjipto. Di ujung cakrawala, terlihat pesawat Dakota VT-CLA melakukan approach. Para penumpangnya, Adisutjipto, Abdulrahman Saleh, AN Constantine (pilot), R Hazelhurst (ko-pilot), Adisumarmo Wiryokusumo (engineer), Bhida Ram, Nyonya Constantine, Zainal Arifin (wakil dagang RI), dan Gani Handonocokro, tentu bahagia karena sesaat lagi akan mendarat. Tanpa diduga datang dua pesawat P-40 Kitty Hawk Belanda dari arah utara yang langsung memberondong Dakota, pesawat sipil yang jelas-jelas membawa bantuan. Pesawat kehilangan ketinggian melayang kencang dan menyambar sebatang pohon hingga badannya terbelah menjadi 2. Begitu pesawat terhempas ke tanah, langsung terbakar. Suryadarma dan para penunggu, berlarian ke arah pesawaat naas itu.
Tidak terbayang bagaimana perasaan Suryadarma, di depan matanya terjadi pembunuhan terhadap anak buahnya sendiri. Dan sejak 1962 hingga saat ini peristiwa heroik ini diperingati oleh TNI-AU sebagai hari Bakti TNI-AU. Almarhum Adisutipto dimakamkan di pemakaman Katolik Kuncen Jogjakarta, pangkatnya dinaikan menjadi marsekal muda. Dan sejak 17 Agustus 1952, namanya diabadikan menjadi Lanud Adisutjipto (menggantikan Lanud Maguwo). Dari pernikahannya dengan Rahayu, Adisutjipto dikarunai seorang putra.


saya menulis ini semata mata karena kekaguman saya terhadap beliau